Rabu, 23 Maret 2011

Wikileaks and The Power of New Media

Oleh Azwir Nazar
Fenomena WikiLeaks telah menguncang dunia. Sebagai new media situs Wikileaks telah membocorkan dukumen rahasia dan kawat diplomatik tentang banyak negara. Terutama sepak terjang Amerika dan milter Negara adidaya itu. Situs ini mulai membocorkan 90 ribu catatan rahasia laporan intelijen Amerika tentang perang Afganistan. Lalu, disusul dengan penayangan sebuah video tentara Amerika yang terbang dengan Halicopter Apache di atas Bagdad pada 12 Juli 2007.

Dari video itu terlihat para tentara memborbardir bedilnya ke arah sekelompok orang di darat. Desingan peluru mereka ditingkahi suara tawa dan saling memuji saat tembakan mengenai sasaran dan jasad-jasad bergelimpangan. Sebelum video ini bocor, tak ada laporan soal tentara Amerika yang melakukan penyimpangan. Yang muncul adalah laporan baku tembak tentara Amerika dengan sekelompok orang bersenjata mesin dan rudal. Ternyata, dari video itu terungkap, mereka adalah warga sipil, di antaranya dua anak-anak dan dua wartawan Reuters. Video menghebohkan itu menempatkan Wikileaks pada peringkat pertama sebagai situs yang mengubah berita dunia. Sebagaimana ditulis New York Daily pada Mei lalu. Hebatnya, sebelum ditayangkan, Wikileaks mempersiapkan secara matang. Ia bekerjasama dengan aktivis internet Belanda Rop Gonggrijp dan televisi nasional Eslandia (RUV), Menurut situs yahoo.com, Wikileaks sudah menguji video yang didapatkannya ini. Bahkan disebutkan, tim wartawan Eslandia sampai pergi ke Bagdad untuk berbicara dengan para korban yang selamat.

Konon, bukan hanya rahasia kisah perang dan darah saja yang bertaburan di situs Wikileaks. Ada soal perempuan dan narkoba yang melibatkan tokoh penting. Cerita-cerita seperti ini muncul setelah mereka membongkar kawat diplomatik para diplomat Amerika di seluruh dunia. Misalnya, dokumen Departemen Luar Negeri AS tentang Pemimpin Lybia, Muammar Gadhafi. Para diplomat di Tripoli melukiskan bagaimana Gaddhafi sangat bergantung kepada Galyna Kolotnytska. Bahkan disebutkan sang pemimpin tak dapat melakukan perjalanan tanpa si "pirang yang menggairahkan" itu. Selain itu, disebutkan juga bahwa Gaddafi yang takut tinggal di lantai atas bangunan bertingkat dan tak mau terbang di atas air.

Lain lagi cerita kawat diplomatik dari diplomat AS di Arab Saudi. Para pejabat Konsulat AS di Jeddah menggambarkan sebuah pesta Halloween bawah tanah yang digelar tahun lalu oleh seorang anggota keluarga kerajaan. Pangeran kaya dari keluarga besar Al-Thunayan disebutkan menggelar pesta dengan menghadirkan pelacur dalam jumlah berlimpah. Tentu ada alkohol juga. Sejumlah dokumen yang dibocorkan itu, ada juga diplomat Amerika yang membandingkan antara Presiden Iran Ahmadinejad dan Adolf Hitler. Adapun Presiden Perancis Nicolas Sarkozy diledek sebagai kaisar tanpa busana. Olok-olok untuk Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin adalah seekor anjing alpha. Sedangkan Presiden Afganistan Hamid Karzai dikatakan sebagai orang yang didorong oleh paranoia. Menurut khabar, kawat diplomatik yang sudah mulai dibocorkan Wikileaks itu baru segelintir. Situs ini memiliki 250 ribu dokumennya, termasuk di antaranya adalah 3000 lebih kawat diplomatik dari Kedubesnya yang ada di Indonesia. Memang belum ada dokumen yang berasal dari Indonesia yang sudah dibocorkan.

Pembocoran ini telah membuat Amerika dan banyak negara kocar-kacir. Ini juga mempengaruhi hubungan diplomatic antar Negara, dan juga akan mengancam perdamaian dunia. Begitu sebut Amerika dalam kepanikannya, menanggapi beredarnya bocoran rahasia tersebut. Dan sejak pembocoran dokumen itu, Sebelumnya, Perdana Menteri Australia, Julia Gillard menilai kegiatan Assange adalah perbuatan ilegal dan tidak bertanggung jawab. WikiLeaks mendapat masalah. Ia diblokir oleh lembaga sejumlah keuangan dunia, seperti Visa dan MasterCard, Paypal juga ikut memblokirnya. Bahkan, alamat WikiLeaks.Org dihapus permanen oleh penyedianya, EveryDNS.net. Assange dan timnya menyewa tiga domain baru di Eropa, yaitu WikiLeaks.de (Jerman), WikiLeaks.fi (Finlandia), dan WikiLeaks.nl (Belanda).

Julian Asange selanjutnya menjadi seorang yang paling dicari di akhir tahun 2010 ini. Dia masuk “the top list” dari buronan international (red notice of Interpol) kepada 188 negara anggotanya. Asange, disebut-sebut seorang wartawan yang lahir di Quinsland Australia pada tahun 1971, dikenal sebagai hacker komputer, sudah dihukum karena 24 kali berhasil meng-hack website penting pemerintah, ia juga dikenal jenius. Akhirnya, pembocoran kawat diplomatik tersebut berujung pada penangkapan Assange, sebagai aditor WikiLeaks. Ia dituduh melakukan pemaksaan yang melanggar hukum, dua pelecehan seksual, dan satu pemerkosaan, diduga pada Agustus 2010” begitu bunyi pernyataan kepolisian London, sebagaimana dikutip sejumlah media massa. Kuasa hukumnya, Mark Stephens menyebut ini hanya sebuah permainan politik. Christine Assange, Ibunda Julian, mengatakan tuduhan untuk anaknya sangat tak masuk akal. Tapi tetap saja surat perintah penangkapan atas permintaan aparat berwenang Swedia menjadi dasar polisi Inggris menahan warga Australia berusia 39 tahun itu. Tapi, kemudian dia datang sendiri ke kantor polisi London pada Selasa, 7 Desember 2010. Tapi ia langsung di tahan oleh kepolisian Metro Inggris melalui unit ekstradisinya.

Memang sekarang dia sudah dilepas. Dan berada dalam jaminan. Assange, yang juga seorang ahli computer Autralia ini kini tinggal di pedesaan Inggris sebagai tahanan rumah, tempat untuk mempersiapkan dirinya melawan ekstradisi ke Swedia. Sekali lagi, justru kasusnya adalah mempertanyakan masalah atas dugaan seksual. Bocoran-bocoran ini memang terus menjadi pembicaraan hangat di dunia sampai akhir tahun ini, pro kontra ini pun telah memicu penyelidikan lebih dalam bagi professional dan media sendiri, seperti New York Times, The Guardian, Le Monde, El Pais, dan Del Spiegel. Bahkan, Reporter Without Borders, Jean-Francois Julliard ini sebagai evolusi.

Assange boleh saja ditahan atau menjadi tahanan, namun kawat rahasia terus saja meluncur satu per satu dari Wikileaks. Pendukung Wikileaks juga terus bekerja membantunya berperang dalam dunia maya. Inilah yang disebut perang internet dan media baru yang sangat dahsyat.

Apa itu WikiLeaks?
Menurut Wikipedia, WikiLeaks adalah organisasi internasional yang bermarkas di Swedia. Situs Wikileaks menerbitkan dokumen-dokumen rahasia sambil menjaga kerahasiaan sumber-sumbernya. Situs tersebut diluncurkan pada tahun 2006. Saat ini alamat situs telah dialihkan ke http://www.wikileaks.ch untuk alasan keamanan. Organisasi ini didirikan oleh disiden politik Cina, dan juga jurnalis, matematikawan, dan teknolog dari Amerika Serikat, Taiwan, Eropa, Australia, dan Afrika Selatan. Artikel koran dan majalah The New Yorker mendeskripsikan Julian Assange, seorang jurnalis dan aktivis internet Australia, sebagai direktur Wikileaks. Situs Wikileaks menggunakan mesin MediaWiki.

WikiLeaks telah memenangkan beberapa penghargaan, termasuk New Media Award dari majalah Economist untuk tahun 2008. Pada bulan Juni 2009, WikiLeaks dan Julian Assange memenangkan UK Media Award dari Amnesty International (kategori New Media) untuk publikasi tahun 2008 berjudul Kenya: The Cry of Blood – Extra Judicial Killings and Disappearances, sebuah laporan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Kenyatentang pembunuhan oleh polisi di Kenya.

Media Baru
Perkembangan teknologi memberikan pengaruh signifikan dalam kehidupan manusia. Setiap saat manusia menggunakan teknologi untuk efektifitas dan efisiensi. Menurut Mc Luhan, manusia memiliki hubungan simbolik dengan tehnologi. Kita menciptakan tehnologi, dan tehnologi pada gilirannya menciptakan siapa diri kita. Tehnologi media, terutama media baru (internet) telah menciptakan revolusi di tengah masyarakat. Masyarakat sudah sangat tergantung kepada tehnologi, dan tatanan masyarakat terbentuk berdasar kemampuan masyarakat menggunakan teknologi.

Era media baru ini sangat membantu sebagai akses informasi dan komunikasi lintas benua. Semua orang kini dengan mudah mengekspresikan kebebasan berbicara, memilih dan mengeluarkan pendapat. Tehnologi media baru (Internet) memang tak dapat dipungkiri telah memudahkan masyarakat untuk memperoleh dengan mudah segala informasi dan melakukan komunikasi dengan menembus waktu dan ruang.

Munculnya tipe baru dari media merupakan perluasan dan perubahan masuknya spektrum teknologi masyarakat yang memungkinkan untuk komunikasi publik. Dengan adanya teknologi, maka media bukan hanya sebagai sebuah alat terapan teknologi saja. New media berfungsi mengantarkan sebuah konten simbolik, sekaligus berpartisipasi dalam penghubung dari berbagai perubahan. Juga sebuah perangkat dari hubungan sosial yang berinteraksi dengan menggunakan fitur-fitur teknologi baru. Media massa sudah tidak lagi bersifat satu arah. Semua mungkin terjadi dengan digitalisasi. Ia melebarkan jarak dari individu yang menggunakan teknologi komunikasi tersebut untuk berkomunikasi. Sehingga komunikasi sudah tidak terhalang lagi oleh sekat ruang dan waktu.

Teknologi baru yang menjadi fokus pada munculnya media baru yakni penggunaan teknologi internet. Ada beberapa hal baru mengenai media baru antara lain, Digitalisasi, Konvergensi, Penyimpangan Internet dari Komunikasi Massa, Adaptasi Peran Publikasi, Interioritas’ yang Lebih Besar dari Peran Pemirsa, dan Fragmentasi dan Samarnya ‘Institusi Media’.

Secara umum, kita dapat mengidentifikasi empat kategori utama dari media baru yang dibedakan berdasarkan tipe penggunaan, konten, dan konteksnya sebagai berikut :
Media komunikasi interpersonal, terdiri dari telepon (kini mobile phone) dan e-mail (awalnya untuk pekerjaan tapi kini menjadi personal). Kontennya pribadi, tidak dapat bertahan lama, membangun dan menguatkan hubungan antarpengguna lebih penting daripada menyampaikan informasi.
Media permainan interaktif, yang dimaksud adalah video games dan games komputer juga perangkat-perangkat dunia virtual. Inovasi utamanya terletak pada interaktivitas dan mungkin dominannya proses yang bertujuan pada kesenangan hati.
Media pencarian informasi. Kategorinya luas tapi internet/WWW contoh yang paling signifikan sebagai perpustakaan dan sumber data.
Media partisipasi kolektif, yaitu penggunaan internet untuk berbagi dan bertukar informasi, ide, pengalaman, aktivitas yang berkembang dalam hubungan personal. Ini merupakan instrument yang afektif dan emosional (Baym, 2002).

Percobaan untuk mengonsepkan internet sebagai media massa oleh Morris dan Ogan (1996) dilakukan dengan pendekatan sudut pandang pemirsa. Mereka menempatkan konsep kegunaan dan kepuasan, derajat dan tipe keterlibatan, dan derajat kehadiran sosial tetapi tetap tidak bisa dicapai karakteristik esensial internet sebagai sebuah media. Dua tahun berikutnya keadaan tidak banyak berubah. Lindlof dan Schatzer (1998) menawarkan sudut pandang internet dari etnografi pemirsa, keragaman wujudnya yaitu grup berita, mailing list, ruang simulasi, website, dan sebagainya. Bordewijk dan van Kaam (1986) mengembangkan empat pola komunikasi dasar yaitu Allocution, Conversation, Consultation dan Registration.

Allocution, Informasi disalurkan dari pusat ke individu-individu yang tersebar, secara serempak, dengan kesempatan yang terbatas untuk memberikan feedback. Topik serta waktu proses komunikasi ditentukan oleh pusat. Pola ini berlaku dalam media massa seperti radio dan televisi. Conversation, Individu-individu berinteraksi secara langsung satu sama lain melalui media, misalnya telepon atau email. Individu-individu menentukan partner, topik, waktu, dan tempat sendiri. Meskipun berkomunikasi melalui alat elektronik seperti telepon dan internet membutuhkan perantara sebagai pusatnya (seperti provider selular/internet), namun mereka tidak berperan aktif dalam mengontrol informasi yang disalurkan.

Consultation, Individu-individu mencari informasi di pusat informasi seperti bank data, perpustakaan, dan lain-lain. Pada dasarnya, waktu, tempat, dan topik ditentukan oleh masing-masing individu namun pihak pusat mengkontrol penyimpanan informasi. Registration, pola ini kebalikan dari Consultation. Pusat mengumpulkan informasi dari individu-individu. Pusat mengkontrol waktu, tempat dan topik informasi yang akan dikumpulkan.

Beberapa keunggulan komunitas online secara prinsipnya terbuka dan mudah diakses. Kemudian, bentuk-bentuk asosiasi yang mungkin dibuat oleh media baru nampaknya memiliki tipe yang berbeda. Yakni lebih tidak menentu, cair, dan kosmopolitan dibandingkan yang lokal (Slevin, 2000). Terakhir, memungkinkan untuk memotivasi dan berkomunikasi secara interaktif di mana tidak tersedia dalam media massa atau dari lingkungan fisik langsung (Turner et al 's, 2001).

Fakta dari mediasi oleh mesin cenderung mengurangi kesadaran untuk saling berhubungan dengan orang lain. Bahkan pendukung komunitas virtual seperti Rheingold (1994) memahami bahwa identitas online sering tidak asli atau terbuka. Mereka mengadopsi ”pesona” yang sering dirancang untuk menyembunyikan identitas, usia, atau jenis kelamin misalnya (Jones, 1997:1007). Partisipan dalam banyak diskusi dan interaksi online sebetulnya anonim yang kadang bagian dari atraksi. Menurut Baym (2002), ciri dari nilai yang meragukan adalah kehadiran 'lurkers'/pengintai yang sama sekali tidak mengaku sebagai partisipan.

Lahirnya era baru komunikasi membawa kebebasan yang besar. Semakin bertemunya (konvergen) berbagai bentuk komunikasi maka semakin tidak mungkin atau tidak masuk akal mengatur satu tipe media sedangkan yang lainnya tidak diatur. Kebebasan yang besar inilah telah menjadikan segala informasi bisa di akses oleh semua orang.

Kontrol dan Kekuatan New Media
Fenomena Wikileaks diatas merupakan sebuah kasus menarik. Dan dapat dikaji dari berbagai sudut pandang yang luas. Mulai dari aspek hukum, etika, kebebasan pers, maupun politik. Tapi saya ingin menfokuskan pada aspek kontrol dan kekuatan new media (internet) dalam perluasan dan perubahan media baru yang bukan saja sebagai alat terapan teknologi semata untuk mengahantarkan sebuah konten simbolik. Melainkan bagaimana new media, terutama penggunaan teknologi internet dapat digunakan untuk semua jenis komunikasi dan tidak ada kontrol di dalamnya.

Kasus Wikileaks, dengan pengungkapan besar-besaran pesan diplomatik AS yang menampilkan rahasia-rahasia itu, menjadikan masyarakat dunia dan bahkan sebahagian wartawan mulai bertanya-tanya, apakah terlalu banyak pengungkapan adalah tindakan baik di era komunikasi elektronik global yang instan saaat ini? Akankah ini memicu perang baru dan ancaman demokrasi, ataukah justru penyampaian “truth” dari sebuah fakta?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu justru memicu diskusi yang lebih tajam mengenai penting tidaknya kontrol pada media baru ini. Ini tentu berbeda sekali dengan media lama (tradisional). Pesan elektronik yang mengalir deras begitu rupa juga ditengarai memicu konflik akibat multitafsir di tengah masyarakat. Dalam kasus di Indonesia, misalnya, kita masih ingat bagaimana twitter Luna Maya. Lalu, menjadi berita heboh di tengah masyarakat. Kilahnya, ini adalah privasi. Perdebatan ruang privasi dan public ini sendiri tak terelakkan.

Dalam hal kekuasaan, hubungan media baru dengan kepemilikan dan penggunaan kekuasaan lebih sulit ditemukan. Kepemilikan media baru tidak dapat diidentifikasi dengan jelas. Komunikasi tidak mengalir secara vertikal dari ‘atas’ ke ‘pusat’ masyarakat. Pemerintah dan hukum tidak bisa mengatur atau mengontrol internet seperti yang kerap dilakukan pada ‘media lama’. Namun demikian, media baru dapat dipertimbangkan kontribusinya sebagai kontrol terhadap pusat kekuasaan. Masalah sehubungan dengan integrasi dan identitas adalah apakah media merupakan kekuatan pemilah (fragmentasi) atau penyatu (kohesi) dalam masyarakat. Media baru memiliki efek yang berbeda terhadap integrasi sosial dalam jaringan masyarakat modern. Media baru dapat memainkan peran langsung dalam kehidupan individual (Rasmussen, 2000:160). Singkatnya media baru membantu individu menanamkan kembali pengaruh modernisasi.

Dalam hal perubahan sosial, sekilas terdapat perbedaan di antara media massa yang dapat digunakan secara sistematis untuk tujuan dari pembangunan terencana dari cara penyebaran informasi dan persuasi (seperti dalam hal kesehatan, populasi, kampanye inovasi teknis) dengan penggunaan ‘tanpa-tujuan’ yang menjadi ciri khas teknologi baru. Namun, masalahnya terletak pada hambatan untuk mengakses materi. Proses pembangunan mungkin masih harus dilakukan sebelum penyebaran media baru. Banyak pendapat mengatakan media baru telah berhasil mengatasi masalah tempat dan waktu. Kenyataannya media lama berhasil mengatasi masalah ruang, walaupun mungkin kurang baik dalam kaitannya dengan perbedaan budaya. Media lama memiliki keterbatasan kapasitas dan transmisi teknologi serta membutuhkan biaya yang besar untuk mengatasi jarak. Baik mengirim maupun menerima harus memiliki lokasi secara fisik (di tempat produksi, kantor, rumah, dll).

Teknologi baru telah membebaskan kita dari banyak kendala. Internet, meskipun tidak tampak jelas batasannya, masih sangat terstruktur menurut wilayah, terutama batasan nasional dan bahasa (Halavais, 2000), meskipun wilayah georafinya juga mengalami pergeseran (Castells, 2001). Komunikasi terkonsentrasi di Amerika Serikat dan Eropa dan komunikasi lintas-batas cenderung menggunakan bahasa Inggris. Dengan media baru kecepatan transmisi menjadi lebih cepat, terlepas dari jadwal waktu yang tetap, dan memiliki kemampuan untuk mengirim pesan ke siapa saja kapan saja (tapi tanpa jaminan penerimaan atau respon).

Analisis
Bila kita mengaitkan kasus menghebohkan Wikileaks dengan beberapa kasus di Indonesia, maka tampak jelas bagaimana new media memiliki kekuatan dashyat untuk mempengaruhi masyarakat. Dalam kasus Prita misalnya, memberi bukti tentang kekuatan sebuah media baru yaitu internet – bahkan dibantu dengan blow up media massa yang terus-menerus- dapat membentuk sejumlah dukungan besar. Di luar dari konteks media baru, dokter-dokter dan pengelola rumah sakit kembali diingatkan untuk memenuhi dan menghargai hak pasien. Dokter-dokter kembali diminta lebih menerapkan cara berkomunikasi yang baik dengan pasien sehingga timbul kepercayaan dalam hubungan (rapport) dokter-pasien. Sesungguhnya kasus Prita terjadi akibat tidak adanya kepercayaan Prita terhadap segala tindakan dokternya. Para dokter kembali diingatkan betapa pentingnya informed consent (surat persetujuan tindakan) setiap akan melakukan pemeriksaan atau tindakan yang khusus kepada pasien. Kasus ini juga tidak akan terjadi jika sebagai pasien Prita lebih bijak menggunakan jalur yang semestinya untuk mengeluh yaitu melalui Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Perlu juga dipikirkan bagaimana dokter, pengelola rumah sakit, dan praktisi medis lainnya berkomunikasi efektif dan pantas kepada awak media. Perlu diingat (yang mungkin tidak pernah terpikir oleh praktisi medis) bahwa awak media ’memburu’ pernyataan dari manajemen RS Omni semata-mata untuk mendapatkan lalu menyajikan berita berimbang kepada masyarakat. Namun karena tidak mengetahuinya pihak RS Omni tidak memanfaatkan kesempatan itu dengan baik.

Sedangkan untuk kasus Ariel – dan kasus-kasus asusila sejenis lainnya yang sudah ada sejak jauh-jauh hari- menunjukkan bahwa kemajuan dan kemudahan teknologi informasi dan perangkat gadget dapat berbalik menjadi fasilitas yang menghasilkan output buruk bagi pembelajaran nilai-nilai moral yang dianut di Indonesia. Begitupan kasus Bibit-Chandra, melalui sejuta facebooker mendukung pelepasan kedua pimpinan KPK tersebut. Bedanya, kalau kasus Wikileaks ini, bagaimana dengan menggunakan new media, situs ini mampu menarik perhatian dunia. Masyarakat di seluruh dunia mampu terpengaruh oleh berita tersebut. Kalau kasus Prita, orang-orang menggunakan media baru untuk mendukung Prita dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kasus Wikileaks, justru menguncang stabilitas dunia, atau Amerika khususnya. Bagaimana orang-orang disuguhkan sebuah kenyataan baru yang selama ini tertutup rapi dari pantauan publik. Ada fakta sejarah yang di bongkar dan seterusnya. Inilah yang saya maksud power of new media.

Simpulan
Permasalahan yang timbul akibat munculnya media baru adalah kurangnya regulasi dan kontrol mengenai konten dalam media baru tersebut. Internet sendiri merupakan media bebas dan semua orang di seluruh penjuru dunia dapat mengaksesnya. Jika pembahasan ini kita kaitkan dengan fenomena WikiLeaks, maka terlihat jelas bagaimana sebuah informasi rahasia sekalipun, menjadi berita di internet dan dia menjadi mainstream di ruang public. Kehadiran internet membuat pergeseran yang signifikan dalam masyarakat. Semua orang dapat mendapatkan informasi hanya dengan mengakses media baru tersebut. Bahkan surat kabar harian pun dapat berubah menjadi koran online dan setiap saat pembaca dapat mengaksesnya kapanpun dan dimanapun. Kehadiran media baru bukan sebagai pengganti media tradisional yang sudah ada. Media baru hanyalah sebagai perluasan dari bentuk media yang sudah ada. Kehadiran media tradisional tetap diperlukan untuk menjadi penyaring, pengintervensi tajuk rencana, dan pengesahan. Oleh sebab itu, sebuah isu di internet membutuhkan media tradisional untuk menjadikannya isu utama di ruang publik karena tidak mudah untuk dikenali pemirsa di internet. Seperti menjadi terkenalnya duet Sinta-Jojo dan fenomena Hujan Darah di India yang keduanya dibawa ke ruang publik melalui paket acara salah satu televisi.

Terlalu banyaknya informasi yang di internet membuat kita harus mewaspadai semua kemungkinan yang akan terjadi. Tidak semua informasi di internet terbit setelah mengalami proses edit yang ketat seperti di media tradisional. Di satu sisi internet dapat memberikan hal positif dan di sisi lain juga dapat memberikan hal negatif karena tidak adanya regulasi dan kontrol yang memadai terhadap penggunaan internet sebagai media baru. Oleh sebab itu seperti yang dikatakan Rice (1999:29) sekarang setiap individu harus membuat banyak pilihan, harus memiliki banyak pengetahuan sebelumnya, dan harus meletakan benteng dengan lebih banyak upaya untuk mengintergrasikan dan menciptakan komunikasi yang dapat mengerti.

Namun pengelola suatu website terutama website berita tetap harus melakukan seleksi terhadap berita-berita yang diterbitkan berdasarkan keakuratan sumber berita. Layanan informasi tanpa batas dan kontrol berarti dari pemerintah setiap saat bisa di akses setiap orang tanpa daya seorangpun untuk mencegah. Sehingga Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika perlu mengadakan pengawasan khusus atau mendirikan sebuah lembaga khusus yang mengadakan pengawasan kepada konten-konten internet.

Kasus Wikileaks, yang saat ini masih menjadi kontroversial, kalau memang itu benar, maka, telah membuka mata dunia akan kebenaran yang selama ini dibungkam oleh AS dan sekutunya. Tapi, bila ia tidak benar sekalipun atau hanya propaganda, kita dapat menjadi saksi pula bagaimana new media dan fenomena Wikileaks ini menyita perhatian masyarakat di seluruh dunia. Semua itu, informasi itu kita dapatkan dari new media.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar