Minggu, 01 Januari 2012

“Kemesraan ini janganlah cepat berlalu"

Friday, 30 December 2011 at 19:29
Catatan Akhir Tahun (Bag 2)
Oleh Azwir Nazar
Jogja memang penuh pesona. Terutama teman-teman Aceh yang sedang kuliah disana. Saya selalu bilang sama Anwar, Irsan, dan lain supaya kemesraan ini janganlah cepat berlalu. Kita kuliah mungkin 2-3 tahun. Setelah itu, mungkin akan pulang. Maka, kita harus berbuat sesuatu disini. Kalau sisi pendidikan dan sosial saya yakin teman-teman yang punya background aktivis ini paham benar masalah itu. Saya bilang saya iri dengan mereka di Jogja. Kalau di Jakarta, sehari kita hanya bisa mengagendakan, 1-2 pertemuan saja. Itupun harus melawan jarak yang membentang luas. Kesibukan kawan-kawan dan macet-nya juga minta ampun. Di Jakarta, idealnya kita membangun jaringan dan sumber informasi.

Selebihnya, paling kita silaturahmi lewat fb, twitter atau group BB. Bagi yang belum punya BB ya resikonya ketinggalan informasi. Meski bisa juga melalui media lain. Saya berpikir kenapa tidak kita bikin tempat ‘nongkrong’ mahasiswa di Jogja, tapi yang menghasilkan secara ekonomi. Meski bukan bisnis oriented. Tapi, paling tidak tempat kita makan, dan bertemu. Kita patungan, kelola bersama, dan memberdayakan teman-teman. Ide itu disambut positif, tapi saya yakinkan untuk diwujudkan, bukan hanya sebatas ide. Malam hari, saya membuat 'concept note' kecil, untuk menjadi bahan diskusi lanjutan. Saya bersama Anwar, Winda, Irsan, Tgk Don, dan Ramzi sangat semangat. Singkat kata, kita sepakat bikin sebuah warung Aceh di Jogja. Warung kecil ala dan untuk Mahasiswa. Istilahnya supaya kemesraan ini jangan cepat berlalu. Dan saya dan teman-teman di Jakartapun ada 'sesuatu' untuk ke Jogja.

Awal Maret, saya masih di Jogja. Tanggal 3-3-2011 kami syukuran. Karena besok saya dengan Syukri akan kembali ke Jakarta. Acara ini sebenarnya sangat dadakan, tidak ada planning. Tapi di Jogja ada Bang Syahril, Abzari, Kak Is, dan Pocut Ida yang hobi masak. Masalah menu dan belanja itu sudah ada pak Ramzi, Fauzan dan teman-teman lain yang sudah seperti Abdi dalem. Mereka mengerti betul Jogja dan lika-likunya.

Alhamdulillah, syukuran kami dengan bakar-bakar ayam berlangsung penuh khitmat. Ada puluhan yang hadir dirumah bro Tabrani, Muhajir, cs. Ada seseorang yang spesial yang saya doakan hari itu, tapi lagi-lagi sahabat saya itu sedang jauh. Saya hanya mengirimkannya sms, tapi GPJ itu membalas paginya. Entahlah, kenapa ia begitu spesial. Cuma dia tidak pernah tahu itu. Tapi saya menikmatinya dan turut mendoakan orang-orang baik yang pernah hadir dalam kehidupan saya.

Sore hari kami bertolak ke Jakarta. 8 Maret 2011 saya mulai tinggal di FOBA. Dulu, saya mulai kostan di Salemba tanggal 8 Agustus 2010. Sebelumnya, dalam masa pengurusan kuliah justru sering di Depok. Bermalam di rumah Tgk Zamzami, sahabat hitam manis saya.

Sekembalinya di Jakarta, mulai sibuk lagi dengan aktivitas kuliah seperti biasa. Saya menceritakan betapa hebatnya mahasiswa pasca Aceh di Jogja. Malah, ada yang tidak bisa bahasa Aceh, sudah mulai belajar. Mereka tinggal berumah-rumah satu sama lain. Kami juga ingin melakukan itu di Jakarta. Di Ibukota yang sesak dan macet ini. Di Jakarta, sebenarnya ada juga perkumpulan mahasiswa pasca. Tapi sudah lama tidak aktif, yang masih ada cuma ketua dan sekretaris. Teman-teman lain sudah selesai kuliah. Kegiatan terakhir dilakukan 2009 lalu.

Akhirnya, 9 April kita sepakat dengan niat yang ikhlas bergabung dengan Ikatan Mahasiswa Pascasarjana (IMPAS) Aceh Jakarta. Kita silaturahmi di Dhapu Aceh sambil makan siang, di kawasan Benhil Jakarta Selatan. Mulailah kami menginventarisir teman-teman Aceh yang sedang kuliah s2 dan s3 di Jakarta. Setelah disusun dewan penasehat, pengurus, struktur, dan mengurus beberapa ADM organisasi yang belum lengkap, kita mengadakan pelantikan pengurus pada 18 Juni 2011 di Hotel Grand Sahid Jakarta. Acara dikemas dengan Diskusi Politik dan Pemilukada Aceh. Alhamdulillah acara sukses besar. Meski pengurus baru saling kenal, dan ada yang ketemu pertama pada hari H. Target peserta juga terpenuhi. Awalnya kami menargetkan 200-san orang, tapi bisa mencapai 400.

Di Jakarta, ada banyak organisasi mahasiswa dan juga pemuda Aceh. Sebut saja, IMAPA, FOBA, SAMAN UI, Kompa Jaya, dan beberapa lain. Alhamdulillah dalam beberapa kegiatan sering bekerjasama. Saya ada dua kali diundang penjadi pembicara di IMAPA. Pertama, 29 Juni-3 Juli saat training TIMPHAN II. Lalu, diskusi publik tentang Politik. Kompajaya pernah sekali, acaranya di Aula PP TIM (Taman Iskandar Muda). Kalau SAMAN UI, teman-teman umumnya tinggal di Depok.

Ternyata banyak sekali mahasiswa Aceh yang sedang belajar beragam disiplin ilmu di Jakarta. Ada yang beasiswa kampus, tapi kebanyakannya biaya sendiri. Mereka ini punya tekad dan semangat yang besar untuk belajar. Suatu saat saya membayangkan bila teman-teman ini bersatu dan memiliki komitmen bersama untuk membangun Aceh, akan sangat berguna. Mereka adalah orang-orang yang teruji, gigi berjuang untuk hidup dan belajar di ibukota. Orang-orang Aceh di Jakarta sendiri di segala lini dan profesi juga sangat banyak. Saya belum tahu angkanya, tapi saya yakin bisa mencapai 20 ribu atau lebih.

---
Hari terus berganti hari. Tiba-tiba saya dapat khabar dari Jogja. Sahabat saya, Anwar, Irsan, Winda, tidak jadi ikut melanjutkan ide bikin warung Aceh. Alasannya macam-macam. Karena kesibukan dan juga siap-siap menamatkan kuliah. Tgk Don seorang tetua di Jogja, menanyakan komitmen saya. “Kiban tgk” tanyanya. Ini teman-teman sudah mundur, apa masih mungkin, ide ini kita jalankan. Ia bilang ada Ramzi dan Akmal tertarik untuk mewujudkannya. Saya menjawab. Insja Allah, saya tetap konsisten, dan siap ke Jogja untuk buat ‘warung” Aceh itu, sekecil apapun dan sesederhana apapun.

Saat itu, saya memproyeksi sesuatu yang lebih besar. Bisa menjadi sentral bisnis kecil-kecilan. Maka, awalnya saya usulkan nama Aceh Connection Center. Supaya potensi Aceh ini bisa terkoneksi dengan baik. Singkat cerita, kami tinggal bertiga. Patungan. Tgk Don, Abzari, dkk mendukung. Akhirnya, dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, 8 Mei 2011 “Panteu Atjeh” di peusijuek. Saya datang ke Jogja dan pagi jam 06.00 tiba di Jogja. Semua sudah disiapkan dengan sempurna oleh Ramzi dan Akmal. Selanjutnya mereka yang mengelola “Panteu Atjeh” sampai sekarang. Jadi kalau anda ke Jogja, ingin coba makanan Aceh, mie Aceh, anda bisa kesana di daerah Karanggayam, dekat kampus UGM.
----
Pertengahan Juli saya liburan semester ganjil. Tanpa terasa sudah semester dua. Liburnya pun cukup lama. Ide awalnya, saya ingin ke Australia. Ada seorang teman sedang kuliah Master di Adelide. Namanya Riadi. Malah, beliau sudah kirimkan saya syarat aplikasi pengurusan visa. Ya, working holiday visa. Sementara, saya sudah habiskan sebulan waktu liburan di Jakarta. Dengan berbagai kegiatan. Disisi lain, adik saya semata wayang di Aceh juga baru tamat sekolah tingkat Tsanawiyah. Ia harus melanjutkan sekolah baru dan sayapun harus memastikan semuanya berjalan lancar dan tidak ada kurang sesuatu apapun.

Lalu, saya pulang ke Aceh. Kira-kira dua minggu sebelum Ramadhan tiba. Alhamdulillah adik, sudah lebih mandiri, dan dia sudah bisa memilih sekolahnya. Sayangnya, liburan yang kami rencanakan tahun ini itu belum tersampaikan. Di Aceh, sempat ke beberapa daerah ikut rombongan kawan yang suka keliling di Aceh. Misinya mulai menghadiri sunatan, walimahan, sampai silaturahmi politik alias kampanye. Nama kerennya, koordinasi dan konsolidasi.

Ramadhan
Ramadhan 1432 H saya habiskan sebulan penuh di Aceh. Bahagia sekali rasanya. Sebab tahun lalu (2010) saya baru seminggu mulai kuliah dan tidak libur. Baru bisa pulang ke Aceh 23 Ramadhan. Lalu saya buat syukuran buka puasa dan zikir bersama anak yatim dan warga masyarakat di dirumah pada malam 27 Ramadhan. Sekaligus minta doa dan izin semoga dilancarkan kuliah dan dimudahkan segala urusan di Jakarta.

Rasa penat beberapa bulan lalu mau saya ‘bantai’ habis dalam kesyahduan Ramadhan. Bulan penuh rahmat, ampunan dan pembebasan dari api neraka ini. Saya benar-benar mengejar target untuk belajar agama dan memperbaiki diri. Agenda yang tidak terlalu penting dalam bulan puasa saya abaikan. Buka puasapun bila ada yang undang, saya akan datang kalau dekat mesjid, dan langsung pulang setelah berbuka. Paling, kalau ada yang mau berdiskusi, ya setelah terawihlah.

Meugang, sehari sebelum Ramadhan, saya berangkat ke Sabang. Ikut sebuah rombongan Peukan Baru yang berjumlah 14 orang. Setelah malamnya I’tikaf di mesjid Ulee Kareng. Di Sabanglah, saya menyambut Ramadhan. Di Sebuah mesjid, kalau tidak salah namanya Baiturrahman. Hanya saya satu orang Aceh. Lainnya adalah orang Pekan Baru, Riau. Tiga hari bersama jamaah ini saya rasakan betul manfaatnya. Sangat membekas. Mereka menjadi juru dakwah yang luar biasa.

Di penghujung malam selalu menangis tersedu-sedu. Mendoakan saudara muslim untuk Allah sayang dan mendapat hidayah. Pembicaraan dengan mereka ini selalu tentang kebesaran Tuhan dan kemuliaan Nabi. Dampaknya bagi saya sungguh luar biasa. Meski tiga hari, dan saya langsung pulang ke Banda Aceh. Tapi, alhamdulillah sepuluh awal Ramadhan, saya sudah khatamkan bacaan AlQuran. Dan, subhanallah, karena selama Ramadhan ini, saya tidak meninggalkan shalat berjamaah. Ini kebahagian yang sangat besar di 2011. Melebihi apapun yang saya dapatkan dan rencanakan. Malam-malam ganjil di penghujung Ramadhan juga menjadi sangat menginspirasi.

Baru mengerti saya, bagaimana cerita Rasulullah, kekasih Allah shalat sampai bengkak kaki. Dulu, hanya cerita dari guru saya, dan sering saya dengar dari penceramah. Tetapi, di sebuah mesjid besar, pedalaman Aceh Besar itu mereka shalat malam menghabiskan 3 juz semalam, sampai shubuh. Malam terakhir semua jamaah menangisi kepergian Ramadhan. Takut bilamana, Ramadhan berlalu dan tidak memperoleh ampunan Allah, tidak menjadi lebih baik dan bermanfaat untuk orang lain. Atau Ramadhan ini adalah yang terakhir kalinya. Ini juga kemesraan yang tak tertandingi. Rasanya pingin seluruh hari adalah Ramadhan. Idul Fitri saya selalu shalat di Kampung, setelah shalat Id, kami selalu ziarah ke kuburan Ayah dan juga kuburan massal Tsunami. Bersama adik tercinta, Mushallin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar