Minggu, 25 Desember 2011

Surat Cinta Tsunami

Oleh Azwir Nazar
"....Bukankah seharusnya kita sudah mati, dalam air bah yang menggunung itu, bersama puing2 runtuh rumah kita, bukankah kita pada titik nol, saat semua y kita miliki punah dilumat lidah samudera y menjulur ke darat, bukankah kita tak kuasa atas rancangan dan agenda y kita susun, tatkala goncangan dahsyat meluluhlantakkan semua, bukankah kita tak kuasa, menggenggam jemari selamat orang2 y kita sayang dalam hentakan gelombang menggulung itu(1).

Bukankah kita menjadi saksi atas mayat2 y bergelimpangan itu, saat terhampar luas bertelanjangan, bukankah kita y mengetahui apa y terbetik dalam huru hara itu, saat melepas pergi para syuhada, bukankah kita y tekadkan taubat y menghujam dalam hati ketika terbuka mata di tumpukan kayu air hitam itu.(2)

Bukankah kita y berjanji mengabdi dan mendoakan mereka y bertindih2 dalam lianglahat y padat? Bukankah kita bersaudara saat bertengadah tangan dan makan bersama di tenda2 pengungsian? bukankah kita bertekad bersujud dalam masjid2 y kokoh itu, tatkala y lain rata tak berbekas? bukankah kita y berhari raya dalam air mata dan berpuasa dengan sahur berair hujan? Bukankah kita hanya mampu bertahan di barak2 yang berayun dan terhempas angin kencang dalam gelap gulita tanpa lentera? (3)

bersambung...(pengantar Novel Tsunami...)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar