Rabu, 23 Maret 2011

Pemilu Tanpa Kekerasan

oleh Azwir Nazar*)
Bayang-bayang kekerasan menjelang pemilu 2009 mulai marak. Intensitasnya sedikit meninggi bila kita lihat di beberapa kabupaten/kota di Aceh. Mulainya akhir 2008 dan tambah marak menjelang pemilu April mendatang. Memang kadarnya tidak terlalu besar. Tapi, bila ini terus dibiarkan dan tidak ada yang mampu menghentikan, pastilah akan meluas dan menjalar. Dan, skenario buruknya akan memengaruhi pesta demokrasi pemilu. Lebih parah lagi, akan mengancam perdamaian.

Tentu semua kita tidak lagi ingin kekerasan, apalagi perang. Konflik yang berkepanjangan telah memakan banyak korban. Mulai dari waktu, materi dan bahkan nyawa. Konflik demi konflik yang kita alami ternyata hanya menyisakan perih dan air mata. Belum lagi tragedi Tsunami yang telah menempatkan kita di titik nadir. Maka, ketika perdamaian tercipta, kita yang harus menjaganya secara bersama. Karena perdamaian menguntungkan seluruh rakyat Aceh. Terutama untuk kembali hidup dan membangun Aceh yang kita cintai bersama.


Lalu, bila riak-riak kekerasan mulai muncul di tengah masyarakat, sepatutnya menjadi perhatian bersama. Ini adalah tanggung jawab semua dan harus kita waspadai pula. Modus-modus kekerasan yang selama ini terjadi harus dilihat dari berbagai sisi. Jangan langsung diklaim atau saling tuding. Kita secara bijaksana perlu melihat pemicunya. Karena tidak semuanya politik. Bisa ekonomi, dendam, proyek, atau lainnya. Walau kita lihat sasarannya adalah partai politik kontestan pemilu. Seperti pengrusakan atribut partai, bendera partai, spanduk, sampai pada intimidasi, dan penggranatan kantor partai atau posko pemenangan pemilu partai tertentu.

Kekerasan demi kekerasan yang terjadi belakangan pun memang sangat kecil volumenya bila dibandingkan dengan masa konflik dulu. Atau bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Angka kriminalitasnya justru yang sangat tinggi. Ya, kita maklum sajalah. Karena mata dunia tertuju ke Aceh, jadi semua berita atau kejadian dapat diexpose begitu mudahnya oleh media. Semoga ini positif, untuk menjadi kontrol yang baik.

Tapi, memang kekerasan itu tetap ada dimana-mana. Tidak bisa di-nol-kan, cuma bisa diminimalisir, di bumi manapun dan sampai kapan pun. Apalagi Aceh yang sudah mengalami konflik lebih dari 30 tahun. Tradisi kekerasan belum sepenuhnya hilang bagi sebagian besar rakyat Aceh. Tapi, melihat prestasi perjuangan politik rakyat Aceh patut diacungkan jempol. Mana ada daerah yang langsung aman, setelah lama berperang hanya karena sebuah penandatanganan damai? Acehlah jawabnya. Komitmen perjuangan yang dipilih rakyat Aceh dari jalur bersenjata ke haluan politik telah menempatkan Aceh menjadi contoh bagi dunia.

Terlebih dengan hadirnya partai lokal yang akan berkompetisi dalam pemilu April nanti. Partai lokal yang baru pertama ada di Nusantara ini membuka bentangan harapan baru bagi perubahan fundamental Aceh di masa mendatang. Maka wajar bila ada pihak yang tidak senang akan prestasi dan kemenangan Aceh dalam era damai ini. Dan wajar pula bila kita pun rakyat Aceh harus melawan setiap bentuk kekerasan. Siapa pun pelakunya dan seberapa besarnya. Pastilah dengan cara-cara santun dan rasional. Jangan kekerasan dibalas dengan kekerasan pula.

Karena, menurut saya, insiden-insiden kekerasan yang terjadi belakangan harus dipahami sebagai bentuk pendewasaan politik rakyat Aceh. Jangan sebaliknya, diciptakan atau di asumsikan seolah-olah Aceh di ambang konflik lagi. Ini kerja provokatif dan akan mencelakakan kita semua. Namun, perlu kita garis bawahi bahwa apapun motif kejahatan dan sekecil atau sebesar apapun dia harus kita benci dan hindari. Potensi atau celahnya harus kita persempit biar tidak merajalela. Di sinilah peran negara terutama penegak hukum untuk lebih berani dan tegas dalam mengayomi masyarakat. Apalagi pemilu ini merupakan tugas Negara. Dan harus ada jaminan pemilu ini akan berlangsung damai dan aman.

Pemilu di bawah bayang-bayang kekerasan, baik kekerasan fisik maupun psikologis akan mempengaruhi kualitas pemilu itu sendiri. Karena rakyat memilih dengan sebuah keterpaksaan dan ketakutan. Ini berbahaya. Sekali lagi, demokrasi yang hari ini kita rajut menjadi tidak bermakna. Pesta ini tidak lagi menjadi pesta rakyat. Karena rakyat tidak bebas memilih atau menentukan masa depannya. Tapi, menjadi pemaksaan kehendak orang-orang yang berlaku tidak adil terhadap orang-orang lemah. Usaha-usaha untuk menumbuhkan kekerasan atau menyemai konflik di Aceh harus kita patahkan bersama.

Kita tidak boleh kalah dengan kekerasan. Siapa pun pelakunya. Aceh ini adalah milik kita dan setiap jengkal tanahnya harus kita jaga dan pelihara. Apalagi, pemilu 2009 adalah puncak atau klimaks dari demokratisasi Aceh. Dan, wajah parlemen Aceh 2009 ini adalah cuplikan dari sebuah perjuangan panjang rakyat Aceh. Memilih dengan rasional tanpa paksaan dan iklim kekerasan adalah keniscayaan. Karena kita ingin membangun Aceh yang lebih baik melalui jalan-jalan yang baik.

Di sisi lain, rakyat Aceh juga tidak boleh melupakan sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh hingga terciptanya damai. Semua perjuangan sepatutnya kita hargai dan kita ingat. Jangan kita abaikan begitu saja. Sehingga, pengorbanan para syuhada dalam konflik dan tsunami tidak sia-sia. Kita harus meyakini bahwa pemilu ini akan mendatangkan perubahan bagi Aceh. Maka ia harus disukseskan. Salah satunya adalah dengan menggelar pemilu tanpa kekerasan dan memilih dengan benar.

Perilaku bodoh dan menyebalkan oknum tertentu tidak boleh memasung spirit perjuangan dan masa depan Aceh yang dicita-citakan. Sekali lagi, inilah puncak demokrasi Aceh yang harus dituntaskan. Memilih yang salah sama saja memutar kaset yang usang.

Pemilu Damai
Untuk itu, pemilu damai atau pemilu tanpa kekerasan hanya dapat terwujud bila semua pihak fokus pada kewajibannya masing-masing. Taat aturan, hukum dan rambu-rambu yang telah disepakati bersama. Jangan asyik mencaplok kebun orang lain. Sebab pada akhirnya rakyatlah yang akan menentukan siapa yang akan dia pilih. Inilah saat yang tepat kita bangun dan bersatu untuk memenangkan rakyat Aceh. Berlomba-lombalah dalam merebut hati rakyat. Karena rakyat sudah cukup pintar untuk menentukan masa depannya.

Maka, politik damai harus berkembang menjadi gerakan, jangan berhenti pada wacana politik saja. Pemilu damai akan efektif bila menjadi bagian isu pemilu sendiri. Dan berpolitik secara santun dan rasional adalah keharusan. Tidak boleh lagi rakyat Aceh memilih karena uang atau embel-embel lain. Mesti kita tinggalkan budaya buruk masa lalu yang telah menipu kita semua. Termasuk memilih para politisi busuk. Tidak pula budaya kekerasan. Politik harus menjadi sebuah gerakan yang mengakar dan menyeluruh. Pemilih harus berani membuat kriteria Caleg dan partai yang akan dipilih. Karena kita menginginkan parlemen Aceh, mulai tingkat kabupaten kota maupun propinsi adalah parlemen yang berkualitas. Baik secara institusi maupun kelembagaan.

Beberapa Solusi
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan menuju pemilu tanpa kekerasan. Pertama, semua rakyat Aceh harus sepakat bahwa kekerasan adalah musuh bersama dan kita akan patahkan bersama semua celah yang mengarah penciptaan benih-benih konflik. Kedua, partai politik atau caleg dalam kampanyenya jangan mengeksploitasi sentimen-sentimen primordial atau kedaerahan. Mari saling menghargai dan menghormati sesama. Ketiga, pejabat publik atau pihak terkait menghindari pernyataan-pernyataan yang mengarah pada situasi ketegangan, yang kontra produktif dengan semangat damai yang kita bangun. Jangan asal bicara. Kalau mau bicara, bicaralah yang menyejukkan. Jadilah pendamai. Jangan jadi pemecah belah.

Keempat, pemilu damai harus menjadi bagian dari isu pemilu. Jadi sosialisasi pemilu juga berbarengan dengan sosialisasi akan pentingnya pemilu damai. Kelima, karena pemilu ini dalam kerangka penyelesaian konflik Aceh secara menyeluruh, maka perlu adanya pemantau dari lembaga-lembaga independen. Baik dari dalam maupun luar negeri. Selain, untuk meredam kekerasan dan intimidasi, juga memastikan pemilu berjalan dengan baik.

Dengan demikian, meski tahapan dan sosialisasi pemilu masih kurang, terutama tentang mekanisme pemilu, partai politik dan cara memilih yang benar. Namun kita harus tetap optimis pemilu damai dalam era damai ini akan sukses di Aceh. Tergantung seberapa besar tekad dan semangat kita untuk bersatu membangun Aceh yang lebih baik. Dan kekerasan hanya akan melukai kita semua.

**Tulisan ini pernah dimuat di Harian Aceh,
Thursday, 12 March 2009 02:32

Tidak ada komentar:

Posting Komentar